Danau Lau Kawar di dataran Kabupaten Karo, Sumatera Utara dulu merupakan salah satu obyek wisata yang cukup tersohor, meski belakangan nama danau itu nyaris tidak terdengar.
Obyek wisata danau di dataran tinggi Karo di kawasan Gunung Bukit Barisan itu masuk wilayah Kecamatan Naman Teran. Perjalanan menuju Tanah Karo yang banyak menyimpan potensi wisata itu cukup menyenangkan dengan pepohonan di kiri-kanan badan jalan. Atau, jurang ditumbuhi rerimbunan pohon.
Pastinya, hijau rerimbunan pepohonan dari hutan tropis itu tak pernah membosankan saat dipandang dan terlihat oleh mata kita dari balik jendela mobil, atau kaca depan penutup kepala (helm) jika mengendarai sepedamotor.
Udara segar dari hawa sejuk, terlebih ketika kabut tipis menyelimuti kawasan yang dilalui itu, semakin menambah kenyamanan serta ketenangan suasana perjalanan. Apalagi di hari biasa (bukan libur) tidak begitu ramai kendaraan lalu-lalang.
Perjalanan dari Ibukota Provinsi Sumatera Utara, Kota Medan, melintasi wilayah Kabupaten Deliserdang selama kurang lebih dua jam menjadi tidak terasa, apalagi sempat mampir di perbatasan Deliserdang – Tanah Karo, di Penatapan menikmati jagung rebus atau jagung bakarnya.
Di persimpangan Tugu Perjuangan Kota Berastagi, kita berbelok ke kanan menuju Kecamatan Simpang Empat. Wisatawan diberi pemandangan alam pedesaan diselingi seliweran angkutan tradisional jenis Sado (Andong), atau kerbau yang ditunggangi bocah-bocah.
Beberapa tahun silam infrastruktur jalan menuju Danau Lau Kawar (Naman Teran) kurang baik, namun kini ternyata telah mulus. Kondisi jalan provinsi Kabanjahe – Kuta Rakyat ini menyingkat waktu perjalanan untuk tiba di tepi Danau Lau Kawar yang konon ada legendanya tentang anak durhaka.
Danau seluas kurang lebih 200 hektare ini terletak di Desa Gugung, di kaki Gunung Sibayak. Lau Kawar ini pun merupakan salah satu dari dua danau di kawasan ekosistem Leuser.
Seperti umumnya danau, tetap memberikan pesona alam luar biasa ketika dipandang. Apalagi Lau Kawar merupakan pintu gerbang utama bagi para pendaki gunung untuk mencapai puncak Sinabung yang terletak 2.451 meter di atas permukaan laut.
Berdiri di tepi danau semakin terlihat dan terasa keindahan alamnya, alam Sumatera Utara. Di tengah marak dan gencarnya penebangan pohon, terutama pembalakan liar, ternyata kondisi huta di tepi Danau Lau Kawar masih terjaga.
Jelasnya, kini dataran di tepi danau pun sudah tertata dengan adanya jalan dan pagar bersisian dengan danau. Cuma agak sedikit disayangkan masih ada warga atau pengunjung yang menggunakan air danau untuk mencuci, padahal limbah kimia dari sabun dapat mempengaruhi kualitas air danau, terlebih jika dipergunakan terus-menerus.
Pesona lain yang dijanjikan Danau Lau Kawar adalah pengunjung (wisatawan) bisa berkemah (camping) beberapa meter dari tepinya.
Memasang tenda untuk bermalam di tepi Danau Lau Kawar cukup menyenangkan. Selain itu, tenda-tenda (kemah) para pecinta alam pun menyuguhkan pemandangan yang khas pula.
Camping ground terletak di depan danau dengan latar belakang Gunung Sinabung yang mempesona. Gunung tertinggi di Provinsi Sumatera Utara itu pun sudah lama menjadi salah satu lokasi favorit bagi para pendaki/pecinta alam.
Biaya yang dikutip oleh pengelola camping ground relatif murah. Cuma Rp2500, dan para pecinta alam pun bisa mendirikan tenda untuk menginap seberapa lama yang mereka inginkan.
Kebetulan, saat itu serombongan pelajar dari salah satu sekolah di Kota Binjai baru tiba dan sedang bersiap-siap mendirikan tenda mereka. Setiap akhir pekan lumayan banyak pengunjung menggunakan areal camping ground itu.
Seperti biasa dan umumnya, pada setiap lokasi dan obyek wisata hadir warung-warung yang menyediakan makanan. Ada warung yang menghadap ke danau sehingga pengunjung bisa menyaksikan keindahan alam sambil menikmati makanan di warung. Termasuk, sensasi lain berupa aktivitas warga setempat di danau.
Aktivitas mereka tidak lain adalah mencari dan menangkap ikan dengan menggunakan sampan kecil yang sederhana. Pengunjung yang senang memancing ikan, pasti tak bosan menunggu umpan di mata kail disantap ikan. Ada lele, mas dan cencen khas Danau Lau Kawar. Sementara, deleng atau lancuk di sekitar danau ternyata bisa menjadi jalur treking yang sangat pas buat para pecinta olah raga hash.
Tabu
Legenda yang menyelimuti Danau Lau Kawar juga terpaut dengan ada larangan serta pantangan-pantangan (tabu) selama di sekitar danau.
Antara lain, tidak boleh membicarakan hal-hal yang dianggap tabu, tidak berbuat asusila atau menceritakan legenda. Jika pantangan ini dilanggar, warga mempercayai hujan segera turun, dan mereka yang berbuat tidak senonoh akan memperoleh balasan.
Dari tengah danau
Kini, wisatawan pun bisa menikmati pesona pemandangan danau dari tengah danau. Sejak tiga tahun terakhir Pemkab Karo memberi bantuan berupa sebuah perahu bermotor.
Perahu itu diserahkan kepada Edi Sembiring, warga setempat. Dia menetapkan tarif Rp 10 ribu per orang untuk menaiki perahu lalu berkeliling di danau. Banyak wisatawan yang tidak melewatkan kesempatan menaikinya dan menikmati suasana berkeliling di perairan danau.
Sementara, mereka yang menunggu giliran menaiki perahu menanti dengan sabar di warung-warung dekat tangkahan (dermaga kecil). Menghabiskan waktu dalam menanti giliran, bisa diisi dengan menikmati makanan dan minum.
Boby, mengaku warga Jakarta dan siswa pada salah satu sekolah di Ibukota negara itu, menyatakan, sangat senang bisa naik perahu berkeliling di Danau Lau Kawar.
Mengitari Danau Lau Kawar memang tidak pernah membosankan, namun diingatkan perlu berhati-hati sebab bisa saja hujan turun tiba-tiba.
Keunikan lain di perairan danau ini, selain ikan cencen, ada juga ikan mas yang menurut ungkapan warga setempat pernah terlihat dalam ukuran lumayan besar.
Dituturkan Rosniar Sinulingga, dulu pernah ada terlihat ikan mas besar yang diperkirakan beratnya 25 kg.
Sayangnya, obyek wisata ini masih belum dilengkapi fasilitas pendukung wisata lainnya. Misalnya, belum ada penginapan dan area bermain untuk anak-anak. Padahal, prospeknya sangat cerah ke depan.
Ditata
Secara kebetulan pula ada seorang tokoh masyarakat Karo HMK Aldian Pinem yang kesehariannya adalah praktisi hukum (advokat) kondang.
Dia mengungkapkan, ingin membantu dan menata kawasan Danau Lau Kawar. Menurut dia, dalam upaya penataan Danau Lau Kawar sebagai obyek wisata, dilakukan program jangka pendek, menengah dan jangka panjang.
''Jangka pendek diharapkan semua instansi terkait, antara lain Dinas Pariwisata Karo maupun lainnya memberikan perhatian serius terhadap Lau Kawar,'' ujar Aldian Pinem.
Lalu, lanjutnya, jangka menengah mesti ada agenda rutin sebagai calender of event serta dibarengi kemauan serta kesadaran warga Danau Lau Kawar, seperti setiap rumah tangga dapat mengadakan atau membuat setidaknya dua kamar model joglo agar wisatawan bisa menginap.
Selain itu, adanya pertunjukan seni budaya Karo dan lainnya termasuk acara adat-istiadat budaya Karo, wisata air Danau Lau Kawar serta olahraga bersampan (dayung). Sedangkan program jangka panjang adalah menjadikan bukit di tepi Danau Lau Kawar menjadi kawasan pelestarian satwa seperti monyet (kera), unggas seperti burung rangkong, dan sebagainya. Mudah-mudahan program jangka menengah dan panjang tersebut segera terwujud di 2011.
Sumber : Waspada.co.id
0 comments:
Post a Comment